#JurnalFoto - Ibadah Minggu (Komposisi Dalam Memotret Grup)

11:33:00 PM 0 Comments

Hai! Saya baru bisa posting lagi hari ini, karena kesibukan di hari Sabtu dan Minggu, mencari bahan untuk bisa di-publish ke blog ini; kebetulan ada acara spesial di hari Minggu dan inilah hasilnya...

Paduan Suara Komisi Perempuan di Gereja saya
Hari Minggu (19 Juni 2016) kemarin, ada acara spesial yang dilaksanakan di Gereja saya dan seperti biasa, saya membawa kamera untuk mendokumentasikan acara ini. Foto di atas adalah salah satu hasil jepretan saya. Biasa saja bukan? Ya, dilihat sekilas dan mendetil juga saya rasa memang biasa saja. Melalui foto ini, saya mau berbagi dan mungkin berdiskusi mengenai komposisi dalam foto grup.

Seperti yang kalian lihat pada foto di atas, objek foto adalah paduan suara yang sedang perform di atas panggung. By the way, ibu-ibu yang berdiri paling tengah menggunakan baju pink adalah konduktor dari paduan suara tersebut dan posisinya memang membelakangi saya, karena beliau harus mengatur ibu-ibu paduan suara yang dipimpinnya. So, tidak mungkin beliau melihat saya ke arah kamera kan? 

Jadi, itulah alasannya saya mau membahas komposisi dalam memotret grup, karena dalam kondisi tertentu foto grup tidak selalu memperlihatkan wajah seluruh objek foto, melainkan juga peran objek foto dan cerita yang terkandung di dalamnya.

Menurut pendapat saya, memotret grup atau sekumpulan orang memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan memotret objek tunggal. Ketika memotret grup, objek yang kita hadapi adalah orang banyak dengan karakter yang berbeda-beda. Jadi, sebuah tantangan tersendiri bagi saya ketika memotret sekumpulan orang, mengatur komposisinya dan menghasilkan foto yang enak dipandang dan memiliki cerita serta emosi yang kuat di dalamnya.

Seperti foto di atas, saya yakin ketika anda melihat pertama kali foto tersebut, anda dapat menebak bahwa objek foto sedang bernyanyi (obviously... 'cause I told you on the second paragraph). Terlihat dari ekspresi dan gerakan mulut dari objek foto seperti melafalkan huruf A sambil memegang teks lagu. 

Ada cara tersendiri bagi saya agar foto yang dihasilkan memiliki cerita dan emosi yang kuat ketika memotret objek tunggal atau grup. Salah satunya adalah menunggu objek foto melafalkan kata tertentu yang mengandung huruf vokal. Mengapa? Karena menurut saya, ketika seseorang melafalkan sebuah kata yang mengandung huruf vokal, objek foto terlihat lebih ekspresif dan memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan saat objek foto menutup mulutnya atau hanya tersenyum biasa. Hal ini saya dapatkan dari salah satu bisnis fotografi terkemuka di Indonesia, JONAS. Ketika mereka memotret foto grup, ada 2 orang yang biasanya melayani; seorang fotografer dan seorang lagi pemandu foto. Biasanya, pemandu foto akan mengatur dan mengkondisikan objek foto sedemikian rupa agar ekspresi dari objek foto lebih hidup serta memunculkan kesan happy dan memorable. Pemandu foto biasanya menginstruksikan grup tersebut untuk mengatakan secara bersama-sama, kata-kata yang mengandung huruf vokal, seperti cheese atau iiii..., aaaa..., huuu... Dan hasilnya, happy face, kebersamaan (kekompakkan) dan sudah pasti sangat terorganisir.

Itulah yang saya praktekkan pada foto di atas. Objek foto memang dalam keadaan tidak bisa menerima instruksi, namun saya tetap bisa menangkap momen ketika mereka bersama-sama mengatakan atau melafalkan kata tertentu yang mengandung huruf vokal kental dan jepret... Jadilah foto di atas. Saya sangat suka dengan keragaman ekspresi yang dihasilkan. Terlihat ada yang sangat jelas membuka mulutnya lebar-lebar, ada yang hanya setengah, bahkan ada juga yang mulutnya tidak terbuka (mungkin nyanyi dalam hati).  Berbeda dengan foto di bawah ini...


Pada foto ini, objek foto dalam keadaan bisa menerima instruksi dan instruksi yang saya berikan adalah "tunjukin tangannya..." (dalam arti, pose menggunakan tangan). Saya pribadi punya prinsip, ketika barisan atau posisi grup tidak bisa diatur untuk menghasilkan komposisi yang pas, maka buatlah ekspresi yang seragam untuk menghasilkan komposisi yang pas. Bisa dikatakan, foto di atas juga belum memiliki komposisi yang pas, baik dalam ekspresi dan juga posisi. Namun, tujuan saya adalah menciptakan kesan happy dan memorable, sehingga foto yang dihasilkan lebih bermakna dan men-trigger memori kita ketika melihatnya, membuat yang melihatnya menjadi tersenyum kecil dari ekspresi yang tertangkap kamera. 

Foto yang saya hasilkan memang belum ada apa-apanya dibandingkan dengan yang profesional dan berpengalaman. Paling tidak, apa yang profesional lakukan saya praktekkan untuk menghasilkan foto yang bercerita dan foto yang ekspresif.

Bagi yang suka foto grup, mungkin bisa mempertimbangkan dan melakukan tips yang saya sudah sebutkan dan ciptakan momen kalian dengan komposisi yang seragam dan ekspresi-ekspresi yang beragam. Bagi saya, tidak diharuskan mengatur posisi apabila objek foto memang sulit diatur atau lokasi tidak memungkinkan, yang penting adalah menangkap ekspresi dari sekumpulan orang dengan karakter mereka masing-masing dan perhatikan hasilnya...

Keep take your own moment!

0 comments:

#JurnalInfo - Steller for Storyteller

7:19:00 PM 0 Comments


Ini dia, media sosial anyar yang akhirnya masuk ke Indonesia, Steller (Story Teller)...

Media sosial yang sebelumnya telah booming dan cukup menyedot pengguna khususnya iPhone, akhirnya bisa dirasakan juga bagi pengguna Android di negara Indonesia. Memang sudah lama muncul di Indonesia khususnya pengguna Android, tetapi menurut saya baru terasa booming-nya di awal tahun 2016 kemarin (untuk saya).

Saya sendiri baru daftar kemarin dan kesan pertama yang saya rasakan dari aplikasi ini cukup membuat saya ingin beralih dari blog ke media sosial ini. Penyebabnya sudah pasti karena fitur yang diberikan dan kemudahannya dibandingkan dengan blog. 

Pada posting saya sebelumnya #JurnalOpini - Kenapa Blog? (Photo as A Storytelling Media), saya sampaikan bahwa isi dari blog ini kedepannya saya ingin mengkombinasikan antara foto dan cerita yang ingin saya sampaikan dari foto yang saya publish. Ternyata, muncullah media sosial ini.

Steller mengkombinasikan foto, video dan cerita (kata-kata) dalam fitur utamanya. Dengan desain layout yang dapat dipilih dan diatur sedemikian rupa, pengguna yang tergabung dalam media sosial ini dapat berbagi cerita melalui kombinasi foto dan cerita yang ingin disampaikan. Layout dan feel iPhone sangat terasa pada halaman antarmuka media sosial ini. Pengguna disajikan tampilan seperti buku cerita atau buku dongeng yang dapat di slide seperti membaca buku digital pada smartphone.

So, bagi yang suka bercerita sambil menampilkan visualisasinya, inilah media sosial yang tepat bagi kamu. Here is my steller ID...



Keep share, guys!

0 comments:

#JurnalOpini - Kenapa Blog? (Photo as A Storytelling Media)

8:07:00 PM 0 Comments

Keragaman media sosial saat ini memberikan penggunanya banyak pilihan untuk membagikan konten yang menjadi kegemaran mereka dan berbagi banyak hal kepada khalayak dunia maya. Masing-masing media sosial pun memiliki target pengguna dan kegunaan masing-masing sesuai dengan jenisnya. 

Khusus fotografi, media sosial yang paling digemari menurut saya pribadi adalah Instagram. Banyak sebenarnya media sosial lain yang khusus menargetkan penggunanya dalam konten foto atau video, seperti Flickr, Google Photo, Fotografer.net (lokal), dll. Tapi sepertinya, Instagram lebih diminati oleh sebagian besar penggemar konten foto. Fitur filter yang cukup banyak, tools editing (warna, kontras, ukuran, struktur, dsb.) yang lengkap, keterhubungannya dengan media sosial lain sehingga memudahkan penggunanya untuk berbagi menjadi beberapa nilai tambah bagi penggemar konten foto mengapa lebih memilih Instagram.

Saya pribadi juga menggunakan Instagram, Flickr dan membagikan beberapa foto yang saya potret di Fotografer.net sebagai media untuk berbagi konten foto di dunia maya. Alasan utama saya menggunakan beberapa media sosial yang temanya sama (konten foto) adalah sebaran penggunanya yang berbeda-beda. Instagram layaknya media sosial lain memiliki sebaran pengguna yang paling luas diantara media sosial lain, karena terhubung dengan media sosial lain seperti Facebook, Twitter, dsb. Kemudian Flickr, sebaran penggunanya lebih spesifik kepada penggemar fotografi dan seni visual saya rasa; namun dalam jangkauan pengguna yang global. Barulah Fotografer.net yang lebih spesifik kepada penggemar fotografi khususnya di Indonesia (lokal).

Ada kebanggaan tersendiri buat saya ketika foto-foto yang saya hasilkan dapat diapresiasi pada beberapa media sosial yang saya gunakan. Apalagi ketika pengguna lain yang juga penggemar fotografi memberikan masukan, kritik dan saran kepada hasil potret saya. Itulah salah satu motivasi bagi saya untuk terus belajar dan menambah pengalaman saya dalam memotret, khususnya minat saya dalam fotografi dokumentasi.

Lalu ketika sudah menggunakan beberapa media sosial khusus konten foto, mengapa memilih blog juga untuk berbagi konten foto?

Nah, seperti alasan yang sudah saya jelaskan... Sebaran pengguna yang lebih luas, memancing pengguna lain juga untuk turut berbagi dengan konten yang saya berikan. Blog yang secara umum dikenal sebagai media sosial untuk berbagi konten apapun dalam dunia maya saya pilih sebagai media dalam berbagi konten (khususnya foto), karena memiliki sebaran pengguna yang sangat luas dan tidak terbatas dalam kata untuk menceritakan konten foto yang dihasilkan. Seperti kita ketahui, Instagram, Flickr, Fotografer.net memiliki keterbatasan dalam berbagi penjelasan foto, khususnya dalam batasan karakter yang dapat dibagikan.

Lalu, untuk apa foto dijelaskan kalau foto sendiri adalah story telling secara visual? Nah, kalau ini kembali lagi menjadi selera masing-masing dalam berbagi konten. Saya pribadi mengakui, bahwa foto yang saya hasilkan belum mumpuni dan masih harus banyak belajar dalam hal komposisi, warna dan post processing untuk menghasilkan "foto yang bercerita". Jadi, saya memilih untuk berbagi foto dengan dukungan kata-kata sebagai story telling saya.

Jadi, kenapa Blog? Karena Blog bagi saya adalah media yang tepat dalam berbagi konten dalam verbal, visual dll. bahkan kombinasi keduanya. Instagram, Flickr, Fotografer.net untuk saya pribadi adalah galeri visual dari foto-foto yang saya hasilkan. Saya ingin kedepan, blog saya ini bisa menjadi media berbagi konten secara verbal dan visual; memperkuat foto yang saya bagikan dengan bercerita dan berpendapat; bahkan bisa mengikutsertakan pengguna lain untuk berbagi juga melalui komentar atau apresiasi berupa share/like mungkin? Hehehe...

Ya, sekian sharing opini saya kali ini. Saya yakin setiap orang memiliki pendapat berbeda mengenai penggunaan media sosial sebagai wadah berbagi mereka di dunia maya. Mari berbagi lebih banyak dan berpendapat lebih bijak untuk konten yang lebih baik (pret...)

Keep blogging!

0 comments:

#JurnalFoto - Interest dalam Memotret

3:17:00 AM 0 Comments

Posting kali ini saya akan berbicara soal interest (minat/kegemaran). Itu berarti saya sudah paham dasar-dasarnya, paling tidak melakukan secara continue apa yang menjadi minat dalam memotret dan menghasilkan sebuah karya yang diakui. Itu pengertian secara teorinya mungkin...

Kali ini, kita bicara yang ringan-ringan saja...

Interest dalam porsi yang ringan mungkin bisa dikatakan sebuah hal yang menjadi favorit dan ketika hal tersebut dilakukan, akan selalu terasa enjoy walaupun banyak tantangan dalam prosesnya; khususnya dalam memotret.

Hal yang menjadi favorit dan selalu enjoy ketika saya lakukan dalam memotret adalah ketika saya memotret orang (manusia), jadi bisa dikatakan minat saya dalam memotret adalah people interest (CMIIW). Detilnya, saya lebih suka memotret sebuah kejadian yang melibatkan manusia dan mendokumentasikannya, daripada memotret sebuah landscape atau objek tertentu dalam sebuah landscape. Mungkin harusnya saya jadi wartawan foto...

Berawal dari menjadi fotografer untuk sebuah event di Gereja, saya menjadi suka untuk menangkap kejadian-kejadian dalam sebuah event dan akhirnya menjadi interest saya dalam memotret.
Baptisan Anak di Gereja BNKP Jemaat Bandung
Foto ini salah satu yang menjadi dokumentasi favorit saya. Dari sekian banyak foto, saya memilih foto ini yang menjadi yang saya sukai, karena minat saya akan objek manusia dan ekspresinya, tergambar dalam foto ini. Ekspresi dari sang ibu yang anaknya baru saja dibaptis terasa sangat menenangkan. Padahal anaknya menangis setelah dibaptis dengan air (mungkin kaget karena airnya dingin). Saya yakin ada foto yang lebih baik dari ini, tapi pada porsi saya mungkin foto ini bisa jadi pengantar headline di majalah (majalah gereja mungkin?). Foto ini menceritakan proses baptisan anak, dimana anak yang dibaptis biasanya menangis, ibu dan bapa dari anak yang membaptis berdandan dan mengenakan baju spesial; kemudian akhirnya sang ibu selalu menenangkan anaknya yang menangis selesai dibaptis. The whole package visual of  baptism ceremony...

Pada prosesnya, saya mengalami hambatan soal cahaya, karena gedung tempat diadakan baptisan menggunakan cahaya dari lampu neon putih dan letaknya di sisi-sisi gedung (cahayanya selalu menghasilkan bayangan pada objek foto). Jadi, saya harus menggunakan ISO tinggi untuk meningkatkan sensor kamera dan menghasilkan foto yang terang. Saya tahu seharusnya bisa menggunakan flash eksternal, tapi punya saya kebetulan habis batre saat itu; apa daya, post processing menjadi senjata andalan untuk meminimalkan noise.

People interest tidak selalu menceritakan foto sebuah kejadian atau event (menurut saya). Biasanya fotografer pro di luar sana juga banyak yang menghubungkan people interest ini dengan street photography misalnya. Contoh lainnya juga foto portrait dari seseorang dengan beragam ekspresi dan pose; atau malah hanya wajahnya saja. Foto-foto sejenis itu juga bisa dikatakan people interest, karena melibatkan manusia sebagai objek fotonya. Hasil dari mereka-mereka yang pro juga sangat bagus menurut saya, karena dari ekspresi orang yang menjadi objek fotonya saja sudah sangat menceritakan objek tersebut dan tergambar dalam foto yang dihasilkan.
Lydia (sister)
Ini contohnya, foto portrait dari adik saya. Foto ini diambil di rumah saya sendiri pada waktu luang saya. Hanya menggunakan cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah dan sebuah tembok putih yang menjadi latarnya. Tentu dengan post processing, menghasilkan foto seperti ini. Ekspresi seadanya dan saya ambil secara candid

Minat orang berbeda-beda dan biasanya akan terlihat dari hasilnya (dalam memotret). Hasil foto saya memang belum bagus dan masih banyak yang harus saya pelajari dan praktekkan. Jadi, ini hanya berbagi saja apa yang menjadi minat saya dalam fotografi dan mungkin ada di luar sana yang lebih memahami soal ini juga bisa berbagi dengan saya melalui media ini.

Ya, itulah minat saya dalam fotografi. What's yours

Keep interesting!

0 comments:

#JurnalFoto - Tempat Motret Favorit

1:10:00 AM 0 Comments

Jalan Merdeka, Bandung
Ridwan Kamil dan pemerintah kota Bandung telah menyulap tempat ini menjadi lebih asik untuk jalan-jalan. Dulu, sisi jalan/trotoar ini jarang orang lewat dan terkesan biasa saja. Namun semenjak ditambahkan ornamen seperti tiang lampu yang bergaya vintage, tiang-tiang hiasan untuk menggantungkan gembok (seperti di luar negeri), dll.  tempat ini menjadi semakin banyak dikunjungi orang-orang.

Foto di atas saya ambil sekitar pkl. 17.20 dan keadaan cuaca sedikit mendung. Lampu jalan yang sudah menyala, ditambah dengan warna awan yang sudah mulai membiru gelap, sorot lampu dari kendaraan-kendaraan yang melalui jalan Merdeka, saya kira menjadi kombinasi yang asik untuk memotret. Kesannya seperti sore hari yang damai dan bersahabat, seperti halnya kota Bandung.

Kekasih (ciyee)
Nah, foto ini juga saya ambil di tempat yang sama sekitar beberapa bulan yang lalu. Saya ambil sekitar pkl. 16.00. Matahari sedang dalam keadaan bersahabat, yang dalam istilah fotografi Golden Time; Keadaan dimana cahaya matahari sedang dalam keadaan seimbang (tidak terlalu terang atau tidak terlalu gelap), waktu yang tepat untuk memotret portrait. Pada saat golden time, cahaya yang menyinari objek foto (portrait) akan menghasilkan warna yang lebih natural dan less shadow. Jadi, inilah salah satu hasilnya. Ya, mungkin ada yang bisa memotret lebih baik lagi dari kombinasi warna, pose, atau modelnya; kembali lagi, seni visual itu persepsinya berbeda antara satu orang dengan lainnya alias tergantung selera.

Tips untuk yang mau memotret portrait, disarankan pada saat golden time. Sekitar pkl. 15.00 - 17.30 atau pada saat pagi sekitar pkl. 07.00 - 09.30. Cahaya matahari pada jam-jam ini dijamin tidak akan mengecewakan (kecuali sedang mendung), karena tidak terlalu terang dan cahaya yang dipantulkan pada objek akan menghasilkan warna yang lebih natural. 

Sekian mungkin pada posting saya kali ini. Semoga tips sederhananya bermanfaat.

Keep shine!

0 comments:

#JurnalFoto - Point of Interest

10:02:00 PM 0 Comments

We need More Green
Inilah foto pertama yang pernah saya publish dan mendapatkan sedikit respon dari khalayak media sosial, yang saya upload di fotografet.net

Saya beri judul "We Need More Green"...

Salah satu komentar yang paling mengena bagi saya adalah 
Jangan letakkan judul atau title dari foto pada objek foto. POI (Point of Interest) yang seharusnya burung pada foto ini, menjadi tertutup oleh teks yang ukurannya besar.
Saya pikir juga begitu. Pikir saya pada saat itu, mungkin akan lebih keren seperti iklan-iklan yang ada di website atau billboard apabila saya menambahkan teks pada foto. Akhirnya dengan pemilihan font yang sedemikian rupa, saya menghasilkan "karya" ini. Padahal, apa yang saya lakukan mungkin salah dalam persepsi orang lain; dan ternyata memang salah. 

Minimnya pemahaman POI atau fokus dari objek foto pada saat itu menyadarkan saya, bahwa tujuan kita memotret sebuah objek adalah cerita yang ingin kita sampaikan melalui objek tersebut dalam bentuk visual. Memang banyak kombinasi visual yang bisa digabungkan dalam sebuah karya; entah itu tipografi, tata letak, kombinasi warna. Namun akan lebih baik apabila kombinasi tersebut disajikan dalam porsi yang pas dan sesuai (enak dipandang mata).

Seperti pada foto ini, kombinasi warna hijau yang mendominasi foto dengan objek burung di tengah-tengahnya sebenarnya sudah pas. Pas karena objek burung yang menjadi POI berukuran kecil di tengah background pohon yang besar. Penambahan teks yang saya lakukan, justru mengganggu POI burung yang berukuran kecil dan makna yang ingin saya sampaikan melalui visual menjadi hilang. Hilang dikarenakan objek teks yang berukuran lebih besar dan pasti menjadi fokus pertama pada saat orang-orang melihat foto ini.

Pesan yang ingin saya sampaikan melalui foto ini adalah 

Burung kecil melambangkan jumlah yang sedikit (minor), sedangkan background hijau dari daun-daun pada pohon itu melambangkan jumlah yang lebih banyak (major). Mungkin masih sedikit orang yang aware terhadap gerakan Go green dan justru lebih banyak yang meng-eksploitasi alam untuk kepentingan bisnis/industri. Jadi, dari visual ini kira-kira bisa menggambarkan bahwa kita membutuhkan lebih banyak kawasan hijau (begitulah kira-kira).  

Memang buah pikiran dari foto ini terkesan seperti masih mentah dan baru ditemukan setelah foto sudah di-publish. But hey... Ini opini saya mengenai objek yang saya potret. Walaupun pada prosesnya tidak terpikirkan apa yang menjadi pesan dan tujuan saya memotret, namun selalu ada pesan dari sebuah visual dan dapat disampaikan dalam berbagai persepsi dan sudut pandang. Dari sudut pandang fotografi, jelas foto ini tidak bermakna banyak dan masih ada yang lebih bagus. Namun dari persepsi lain, mungkin ada pesan yang bisa diambil seperti yang sudah saya sampaikan.

Intinya, POI itu sangat penting. Potret sebanyak-banyaknya dan disarankan tidak mengganggu POI yang sudah ada dengan menambahkan teks atau ornamen lain dari foto yang kamu potret.

Keep focus!

0 comments:

#JurnalFoto - Posting Perdana

8:40:00 PM 0 Comments

Hello there! Selamat datang di posting perdana saya. Perkenalkan, saya Endi Pratama Sandroto, seorang photography enthusiast. Saya bukan seorang pro, tetapi saya menyukai hal-hal yang berhubungan dengan visual, terutama foto.


Ini portrait saya. Diambil oleh saya sendiri, diedit oleh saya sendiri dan diambil di rumah waktu sendirian. Sekilas bukan seperti saya yang aslinya, karena saya senyum tidak seperti itu. Telinga saya juga sebenarnya tidak terlihat seperti Frodo aslinya, tapi di foto ini... (begitulah kenyataannya).

Ya, begitulah pada intinya. Sebuah foto dapat bermakna banyak. Interpretasi orang pun berbeda-beda. Saya pribadi, menyukai foto ini yang saya tampilkan dibandingkan dengan foto profil saya di sebelah kanan atas. Kenapa? Ya, karena saya menganggap foto ini lebih up to date dan lebih menggambarkan keadaan saya saat ini. 

Konten dari blog ini akan lebih banyak interpretasi foto-foto yang saya ambil dan mungkin kedepan akan ada beberapa tips fotografi berdasarkan pengalaman saya atau yang saya sadur dari sumber lain.

Sekian dulu untuk saat ini.

Keep in touch! 

0 comments: