#JurnalFoto - Ibadah Retret (Memotret Pada Terik Matahari)

Hai! Sudah lumayan lama juga saya tidak posting lagi, walaupun saya tahu tidak banyak yang membaca blog ini tapi saya akan selalu sempatkan untuk update  konten blog ini agar selalu up to date.

Posting kali ini saya mau berbagi cerita dan pengalaman saya pada saat memotret di acara Retret Jemaat di Gereja saya, BNKP Bandung. Acaranya sendiri diadakan pada tanggal 11-12 September 2016 yang lalu di Villa Orange, Lembang. Pada intinya, acara ini adalah acara kebersamaan antar jemaat khususnya jemaat di wilayah Sektor 1, gereja BNKP Bandung.

Acara dimulai dari tanggal 11 September sore dengan kegiatan kebaktian bersama dan seperti biasa, saya menjadi tukang potret di acara ini.

Kebaktian Bersama
Tidak terlalu wah ya fotonya. Yap, itu dikarenakan kondisi cahaya yang kurang pada ruangan dan kecilnya space untuk mengambil foto keseluruhan jemaat yang tersebar di seluruh ruangan, jadilah seperti ini fotonya. Sebenarnya akan lebih baik apabila angel foto diambil dari tengah, tetapi kebetulan bagian tengah depan ruangan digunakan untuk pengisi acara.

Foto Bersama
Inilah kami. Ya, sekali lagi fotonya kurang wah, kurang terorganisir. Saya juga menggunakan flash pada kesempatan ini, karena minimnya sumber cahaya yang bisa menerangi seluruh ruangan. Hasil ini pun bisa saya dapatkan lebih baik oleh karena peningkatan brightness pada post processing. Pada intinya, yang penting difoto, yang penting ada dokumentasi.

Berlanjut keesokan harinya, pagi hari sekitar jam 6 saya kembali ke Bandung dulu untuk mengantar pacar saya. Jadi, tugas memotret saya percayakan kepada teman saya yang masih tinggal di villa. Nah, siang hari sekitar jam 11 saya kembali ke villa, kembali saya bertugas untuk memotret.

Lucky Number
Ini foto yang jadi favorit saya. Ceritanya, jemaat-jemaat ini sedang membuat lingkaran untuk menentukan kelompok dalam kegiatan permainan. Pada saat momen yang tepat, saya mengambil foto ini. Yap! Angka 7 The lucky number tepat berada di tengah-tengah frame.

Kondisi cahaya pada saat saya memotret sedang dalam keadaan terik karena siang hari dan sedikit berawan. Pada kondisi ini, ada baiknya aperture di-set ke angka besar atau di-set ke bukaan kecil agar cahaya yang masuk tidak terlalu over. Selain itu, shutter speed di-set ke angka besar atau di-set menjadi lebih cepat. Pemilihan background dan POI (Point of Interest) itu tergantung selera masing-masing dan tergantung dari momen yang sedang terjadi. Pada saat saya memotret, awan dalam keadaan "cantik" untuk menjadi background dan saya mengambil angel sedikit dari bawah untuk mengambilnya sebagai background. Warna dan cahaya sedikit saya poles pada post processing untuk memunculkan warna yang lebih "asik" dipandang.

Itulah sedikit pengalaman saya memotret pada terik matahari dan kondisi kurang cahaya di dalam ruangan. Pada akhir acara ini saya kurang banyak memotret lagi karena kondisi badan yang kurang mendukung.

Semoga bisa jadi referensi buat pembaca semua.

Keep shining!

#JurnalFoto - Foto Binatang Liar dan Peliharaanmu

Hai!

Liburan sudah berakhir (buat yang bekerja), saatnya update blog lagi! :)

Masa-masa liburan seperti sekarang ini, biasanya dihabiskan dengan berkumpul bersama keluarga. Kegiatan seperti mengunjungi rumah sanak saudara atau mengunjungi tempat wisata adalah salah satu kegiatan favorit yang sering dilakukan untuk mengisi hari-hari liburan.

Nah, bagi yang suka mengunjungi tempat wisata, mungkin ada kalanya kalian sempat mengambil foto objek dari tempat wisata, baik itu spot-spot yang eye catching atau juga objek sekitar tempat wisata yang menarik untuk diambil gambarnya; tidak terkecuali objek seperti binatang.

Kali ini saya mau berbagi beberapa hasil foto saya, khususnya objek binatang liar yang ada di sekitar tempat wisata yang saya kunjungi beberapa tahun yang lalu. Tidak hanya di tempat wisata, tetapi juga binatang di sekitar tempat sanak saudara, karena seperti saya jelaskan di awal paragraf, tempat sanak saudara juga bisa menjadi spot favorit untuk mengambil foto objek sekitar.

Rusa Jawa di Kampung Batu, Soreang
Foto di atas saya ambil sekitar dua tahun yang lalu ketika saya dan keluarga berlibur ke salah satu tempat wisata di Soreang, Kampung Batu. Kebetulan tidak hanya acara keluarga pribadi saya saja waktu itu, tetapi seluruh keluarga besar, dalam rangka memperingati hari Natal dan Tahun Baru keluarga besar.

Salah satu spot yang menjadi daya tarik Kampung Batu adalah tempat penakaran rusa jawa, yang akhirnya menjadi objek foto saya. Saya ambil foto ini menggunakan lensa zoom karena lokasi kandang rusa berada lebih rendah dari tempat pengunjung boleh berinteraksi dengan rusa. Selain itu, luasnya kandang rusa juga menjadi alasan saya menggunakan lensa ini, agar saya bisa menjangkau seluruh rusa yang tersebar ke berbagai titik di dalam kandang tanpa bergerak lebih dekat dengan rusa.

All right! So, that's the result!

Saya termasuk beruntung pada saat itu, karena untuk mendapatkan momen rusa melihat secara langsung dan lurus ke arah kamera mungkin jarang dan sulit diperoleh (kecuali menggunakan cara pengalihan perhatian seperti yang para fotografer profesional lakukan). Belum banyak teknik dan ilmu fotografi yang sudah saya pelajari waktu itu, karena bagi saya memotret dengan hasil tidak gelap saja sudah cukup baik. Salah satu teknik yang saya ketahui saat itu hanya tentang kombinasi setting shutter speed dan ISO untuk memperoleh hasil foto dengan pencahayaan cukup.

Saya mengarahkan kamera langsung menuju rusa yang saya inginkan menjadi objek foto dan menunggu momen yang tepat saat rusa itu melihat ke arah kamera. Ketika ada momen yang tepat, saya langsung menekan shutter beberapa kali dan setelah cukup saya melihat hasilnya. Beberapa foto blur karena rusa bergerak dan beberapa foto lainnya setengah blurry di bagian badannya. Namun satu foto ini saja yang saya dapatkan dalam keadaan tanpa blur dan rusa tepat melihat ke arah kamera.

Setelah di-review kembali ternyata pemotongan (crop-nya) kurang bagus...

Tomtom, Si Kucing Manglayang
Foto di atas ini adalah Tomtom, kucing yang saya foto di rumah tante saya di Cibiru. Tomtom adalah kucing liar yang kadang suka 'mampir' ke rumah tante saya untuk meminta makan. Bisa dilihat, Tomtom dipakaikan kalung oleh salah satu tetangga rumah tante saya untuk menandakan bahwa kucing ini dipelihara (secara liar.. Hahaha..). Saya pribadi suka dengan hasil foto ini, karena Tomtom terlihat ganteng dengan kalung yang dipakainya dan terlihat tidak seperti kucing liar pada umumnya. Tatapan matanya yang langsung mengarah ke kamera seperti mengisyaratkan bahwa dia tahu akan difoto. Tidak perlu waktu banyak untuk mengambil foto Tomtom yang melihat langsung ke arah kamera, karena saya sebelumnya sudah memegang kue untuk diberikan kepada Tomtom dan kue itu saya arahkan mendekat ke lensa kamera agar Tomtom melihat ke arah lensa.

Dan itulah hasilnya...

Ya, memotret objek seperti binatang memang tidak perlu sampai binatang itu melihat ke arah kamera, karena ketika objek binatang itu difoto dengan komposisi yang tepat saja sudah bagus menurut saya. Alasan saya menunggu momen saat binatang melihat ke arah kamera adalah untuk mendapatkan kesan atau karakter yang kuat sama seperti saya memotret portrait dari seseorang. Menurut saya, hasilnya akan sangat berbeda dari memotret binatang sembarang dengan angel yang sembarang.

Sedikit tips dari saya, coba menggunakan pengalihan perhatian agar binatang melihat ke arah kalian. Mungkin kalian bisa menirukan suara binatangnya, melemparkan atau hanya sekedar melambaikan makanan ke arah binatangnya atau mungkin berbuat gaduh untuk menarik perhatian binatang (yang terakhir ini dijamin binatangnya kabur). Mengambil foto binatang yang melihat ke arah kamera memiliki kesan tersendiri ketika berhasil dilakukan dan sudah pasti menjadi foto yang bagus dan bercerita.

Sekian dulu posting kali ini...

Keep love your pet and let's go green! (apasih...)

#JurnalFoto - Dokumentasi dalam Hitam Putih

Hai!

Setelah agak lama vakum menulis, di musim liburan ini akhirnya saya berkesempatan untuk menulis lagi jurnal foto ini. 

Biasanya setahun sekali saya juga ikut tradisi pulang kampung ke kota kelahiran ibu saya, tapi tahun ini saya tidak pulang kampung. Jadi, pada kesempatan kali ini saya mau berbagi sedikit dokumentasi yang saya ambil di awal libur Lebaran, yang saya isi dengan kegiatan persiapan salah satu event di organisasi kepemudaan gereja... Dalam hitam putih...

Latihan Tari Tamborin
Foto-foto yang akan saya tampilkan ini saya ambil tanggal 5 Juli yang lalu, siang hari sekitar jam 12 di Gereja. Pada foto di atas adalah teman-teman pemuda yang sedang berlatih tari tamborin; yang sedang menari adalah pelatihnya dan yang duduk-duduk adalah peserta tarinya. Saya mengambil foto ini menggunakan mini tripod yang didirikan setinggi lutut orang dewasa, sehingga menghasilkan foto seperti ini. Sengaja saya ambil dari sisi rendah dan focal length yang kecil untuk memperlihatkan seluruh ruangan. Pada post processing saya menggunakan filter bawaan dari software pengolah foto, yaitu filter hitam putih dengan high contrast pada channel warna merah (Black and white red filter). 

But I think, it's too contrast...  

Gerakan Dasar Tari Tamborin
Masih sama dengan foto sebelumnya, foto ini saya ambil dari sisi depan dan saya posisikan tripod masih setinggi lutut orang dewasa, namun saya taruh di atas altar gereja untuk permukaan yang lebih tinggi. Pada post processing saya masih menggunakan filter yang sama dengan foto sebelumnya. :)

Gantian pelatihnya yang duduk-duduk...

And the last one is this photo...

Coach said "Poin"
Foto ini saya ambil pada saat pelatih sedang memberikan contoh kepada peserta tari, salah satu gerakan dasar dalam tari tamborin. Hal yang paling sering dikatakan pelatihnya adalah "Poin", yang maksudnya, gerakan salah satu kaki melangkah kedepan dengan kaki sedikit diangkat tetapi tidak dihentak (itu yang saya tangkap dari pelatihnya...). Melihat foto ini sepertinya saya mengambil di saat kaki sudah tidak jingjit (diangkat) lagi dan pelatih tari mengatakan poin...

Inilah sedikit foto dokumentasi yang saya ambil pada kegiatan siang kemarin. Sebenarnya saya ambil foto ini dalam mode warna, tetapi saya edit hitam putih pada saat post processing. Alasan saya mengubahnya ke warna hitam putih adalah saya ingin setiap yang melihat foto ini hanya fokus pada kegiatan atau aktivitas di dalam foto saja, sehingga cerita yang ingin disampaikan dari foto ini tersampaikan. Saya punya pemahaman bahwa mata manusia normal secara default akan mencari atau terfokus pada warna terlebih dahulu, apalagi warna yang kontras. Warna warni pada foto menjadi visual yang mewakili keadaan sebenarnya saat foto tersebut diambil. Lalu bagaimana dengan hitam putih?

Bagi saya pribadi, warna monoton seperti hitam putih pada foto akan memancing setiap orang yang melihatnya hanya fokus pada kegiatan yang divisualisasikan pada foto, sehingga menghasilkan foto yang bercerita. Berbeda dengan foto berwarna yang akan membuat orang yang melihatnya fokus ke banyak titik, apalagi ketika ada warna kontras yang menjadi warna kesukaan pribadinya.

Ya, sudah menjadi rahasia umum bahwa foto dengan warna hitam putih kurang menarik bagi sebagian orang karena monoton dan tidak bisa menceritakan visual keadaan yang sebenarnya pada saat foto tersebut diambil. Tetap bergantung pada selera...

Bagi saya pribadi, foto berwarna yang saya edit menjadi hitam putih adalah untuk menceritakan visual dari foto tersebut dan lebih mengeluarkan karakter dari subjek atau objek foto, agar setiap pemirsa (orang yang melihatnya) menjadi lebih fokus kepada cerita visual yang ingin disampaikan.

Itu saja yang bisa saya bagikan pada posting kali ini. Semoga pemahaman saya tentang foto hitam putih bisa diterima dan mungkin ada yang sepaham dengan saya bisa berbagi juga foto-foto liburannya dalam versi hitam putih...

Keep your life colorful and happy holiday!

#JurnalFoto - Ibadah Minggu (Komposisi Dalam Memotret Grup)

Hai! Saya baru bisa posting lagi hari ini, karena kesibukan di hari Sabtu dan Minggu, mencari bahan untuk bisa di-publish ke blog ini; kebetulan ada acara spesial di hari Minggu dan inilah hasilnya...

Paduan Suara Komisi Perempuan di Gereja saya
Hari Minggu (19 Juni 2016) kemarin, ada acara spesial yang dilaksanakan di Gereja saya dan seperti biasa, saya membawa kamera untuk mendokumentasikan acara ini. Foto di atas adalah salah satu hasil jepretan saya. Biasa saja bukan? Ya, dilihat sekilas dan mendetil juga saya rasa memang biasa saja. Melalui foto ini, saya mau berbagi dan mungkin berdiskusi mengenai komposisi dalam foto grup.

Seperti yang kalian lihat pada foto di atas, objek foto adalah paduan suara yang sedang perform di atas panggung. By the way, ibu-ibu yang berdiri paling tengah menggunakan baju pink adalah konduktor dari paduan suara tersebut dan posisinya memang membelakangi saya, karena beliau harus mengatur ibu-ibu paduan suara yang dipimpinnya. So, tidak mungkin beliau melihat saya ke arah kamera kan? 

Jadi, itulah alasannya saya mau membahas komposisi dalam memotret grup, karena dalam kondisi tertentu foto grup tidak selalu memperlihatkan wajah seluruh objek foto, melainkan juga peran objek foto dan cerita yang terkandung di dalamnya.

Menurut pendapat saya, memotret grup atau sekumpulan orang memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan memotret objek tunggal. Ketika memotret grup, objek yang kita hadapi adalah orang banyak dengan karakter yang berbeda-beda. Jadi, sebuah tantangan tersendiri bagi saya ketika memotret sekumpulan orang, mengatur komposisinya dan menghasilkan foto yang enak dipandang dan memiliki cerita serta emosi yang kuat di dalamnya.

Seperti foto di atas, saya yakin ketika anda melihat pertama kali foto tersebut, anda dapat menebak bahwa objek foto sedang bernyanyi (obviously... 'cause I told you on the second paragraph). Terlihat dari ekspresi dan gerakan mulut dari objek foto seperti melafalkan huruf A sambil memegang teks lagu. 

Ada cara tersendiri bagi saya agar foto yang dihasilkan memiliki cerita dan emosi yang kuat ketika memotret objek tunggal atau grup. Salah satunya adalah menunggu objek foto melafalkan kata tertentu yang mengandung huruf vokal. Mengapa? Karena menurut saya, ketika seseorang melafalkan sebuah kata yang mengandung huruf vokal, objek foto terlihat lebih ekspresif dan memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan saat objek foto menutup mulutnya atau hanya tersenyum biasa. Hal ini saya dapatkan dari salah satu bisnis fotografi terkemuka di Indonesia, JONAS. Ketika mereka memotret foto grup, ada 2 orang yang biasanya melayani; seorang fotografer dan seorang lagi pemandu foto. Biasanya, pemandu foto akan mengatur dan mengkondisikan objek foto sedemikian rupa agar ekspresi dari objek foto lebih hidup serta memunculkan kesan happy dan memorable. Pemandu foto biasanya menginstruksikan grup tersebut untuk mengatakan secara bersama-sama, kata-kata yang mengandung huruf vokal, seperti cheese atau iiii..., aaaa..., huuu... Dan hasilnya, happy face, kebersamaan (kekompakkan) dan sudah pasti sangat terorganisir.

Itulah yang saya praktekkan pada foto di atas. Objek foto memang dalam keadaan tidak bisa menerima instruksi, namun saya tetap bisa menangkap momen ketika mereka bersama-sama mengatakan atau melafalkan kata tertentu yang mengandung huruf vokal kental dan jepret... Jadilah foto di atas. Saya sangat suka dengan keragaman ekspresi yang dihasilkan. Terlihat ada yang sangat jelas membuka mulutnya lebar-lebar, ada yang hanya setengah, bahkan ada juga yang mulutnya tidak terbuka (mungkin nyanyi dalam hati).  Berbeda dengan foto di bawah ini...


Pada foto ini, objek foto dalam keadaan bisa menerima instruksi dan instruksi yang saya berikan adalah "tunjukin tangannya..." (dalam arti, pose menggunakan tangan). Saya pribadi punya prinsip, ketika barisan atau posisi grup tidak bisa diatur untuk menghasilkan komposisi yang pas, maka buatlah ekspresi yang seragam untuk menghasilkan komposisi yang pas. Bisa dikatakan, foto di atas juga belum memiliki komposisi yang pas, baik dalam ekspresi dan juga posisi. Namun, tujuan saya adalah menciptakan kesan happy dan memorable, sehingga foto yang dihasilkan lebih bermakna dan men-trigger memori kita ketika melihatnya, membuat yang melihatnya menjadi tersenyum kecil dari ekspresi yang tertangkap kamera. 

Foto yang saya hasilkan memang belum ada apa-apanya dibandingkan dengan yang profesional dan berpengalaman. Paling tidak, apa yang profesional lakukan saya praktekkan untuk menghasilkan foto yang bercerita dan foto yang ekspresif.

Bagi yang suka foto grup, mungkin bisa mempertimbangkan dan melakukan tips yang saya sudah sebutkan dan ciptakan momen kalian dengan komposisi yang seragam dan ekspresi-ekspresi yang beragam. Bagi saya, tidak diharuskan mengatur posisi apabila objek foto memang sulit diatur atau lokasi tidak memungkinkan, yang penting adalah menangkap ekspresi dari sekumpulan orang dengan karakter mereka masing-masing dan perhatikan hasilnya...

Keep take your own moment!

#JurnalInfo - Steller for Storyteller


Ini dia, media sosial anyar yang akhirnya masuk ke Indonesia, Steller (Story Teller)...

Media sosial yang sebelumnya telah booming dan cukup menyedot pengguna khususnya iPhone, akhirnya bisa dirasakan juga bagi pengguna Android di negara Indonesia. Memang sudah lama muncul di Indonesia khususnya pengguna Android, tetapi menurut saya baru terasa booming-nya di awal tahun 2016 kemarin (untuk saya).

Saya sendiri baru daftar kemarin dan kesan pertama yang saya rasakan dari aplikasi ini cukup membuat saya ingin beralih dari blog ke media sosial ini. Penyebabnya sudah pasti karena fitur yang diberikan dan kemudahannya dibandingkan dengan blog. 

Pada posting saya sebelumnya #JurnalOpini - Kenapa Blog? (Photo as A Storytelling Media), saya sampaikan bahwa isi dari blog ini kedepannya saya ingin mengkombinasikan antara foto dan cerita yang ingin saya sampaikan dari foto yang saya publish. Ternyata, muncullah media sosial ini.

Steller mengkombinasikan foto, video dan cerita (kata-kata) dalam fitur utamanya. Dengan desain layout yang dapat dipilih dan diatur sedemikian rupa, pengguna yang tergabung dalam media sosial ini dapat berbagi cerita melalui kombinasi foto dan cerita yang ingin disampaikan. Layout dan feel iPhone sangat terasa pada halaman antarmuka media sosial ini. Pengguna disajikan tampilan seperti buku cerita atau buku dongeng yang dapat di slide seperti membaca buku digital pada smartphone.

So, bagi yang suka bercerita sambil menampilkan visualisasinya, inilah media sosial yang tepat bagi kamu. Here is my steller ID...



Keep share, guys!